Oleh: Fajrullah
Konselor Muda SMKN 1 Sumenep
Dua hari yang lalu, sekitar dua minggu sebelum pilbup. Aku, mulai rutin membuka Facebook. Banyak konten menarik untuk dianalisis. Termasuk sebuah peran yang seakan saja akan berakhir dengan perang. Facebook, kini nyaris mirip sinetron. Cukup beragam. Ada yang hanya fokus pada satu isu. Ada pula yang berperan pada semua isu. Yang paling asyik, saat diantara mereka menulis kegalauan dan kemarahan di beranda Facebook. Mungkin saja mereka sedang dikhianati relawan politik atau dikhianati pacarnya. Entahlah. Aku hanya membacanya saja dan melewatinya. Hari kedua, aku buka lagi beranda Facebook. Yang aneh adalah, kegalauan dan kemarahan itu mendapat komentar. Ada yang sekedar mengguyoni, meluruskan dan bahkan tidak terima dengan postingan itu. Termasuk soal galau akan cinta.
Lewat chat WhastApp, sekitar pukul 21.00 WIB, Arya mengajakku ngopi. Ajakan itu pun kubalas: “tumben, ada apa?” Jawabku dengan emoji mulut ditutup. “Pokoknya ngopi di tempat biasa,” tegas Arya. Kujawab singkat: “Oke. Otw,” jawabku singkat. Aku tiba lebih dulu di warkop. Sambil menunggu, kupesan satu kopi tubruk. Lima menit kemudian, Arya datang. Dia memesan lemon tea hangat dan kami duduk bersama. “Kabar baik?” Tanyaku. “70% baik,” Jawab Arya. Aku mengernyitkan alis dan memilih diam. “Kenapa kau hanya like, komentarku di facebook.” Tanya arya, dengan wajah gelisah. “loh itu facebookmu ta.” Jawabku dengan santai. “Bukan. Aku hanya sebagai admin. Biasalah momentum lima tahunan. Biar ada peran melalui ekspresi dimedia social, dan memastikan netizen mengenal siapa target branding.” Jelas arya. Sambil mengeluarkan asap rokok dari mulutnya. “Hemm, keren keren”. Jawabku. Sambil meraba maksud arya. Sharing kami semakin serius, ditengah ramainya penikmat kopi. “Jadi gimana menurutmu. Soal status beranda facebook yang kemudian ku komentar.” Arya kembali menolehku. “Tenang. Biar ku jelaskan hasil analisisku soal status yang kau komentar.” Jawabku sambil seruput kopi.
Tanpa menunggu lama. Usai seruput kopi dan bakar rokok, “Begini Arya,” Ajakanku dengan nada serius pada Arya. “Kita boleh menanggapi apapun dimedia social. Tetapi, jangan lepas dari mengkaji konteksnya,” Terangku sambil membenahi posisi duduk. Tampak, Arya hisap lagi rokoknya. “Merugikan atau menaikkan rating akun mu, Sebagai penggiat jasa admin media social,” Arahanku pada Arya, soal kompetitor. “Begitu juga sebaliknya, Lanjut ku pada Arya. “Saat kau akan posting konten. Munculkan yang membuat public tertarik untuk menanggapi, Karena dasar mu adalah branding dan edukasi,” Pelan pelan sambil kugerakkan tangan, Menjelaskan. “Sehingga akun mu menjadi idaman netizen,” Saranku pada Arya, Sambil menutup cangkir kopi. Audio music warkop, kembali dinyalakan. Tempat ku ngopi bersama Arya. Keadaan berubah, Membuat Arya berhenti mengisap rokoknya. “Arya, Tidak apa apa kau berperan, Disemua konten, Namun hindari konten yang mengakibatkan perang dalam dunia maya, Karena prinsip sederhana kita adalah berperan tanpa perang,” Itu saja tanggapanku. Tanpa sanggahan Arya tiba tiba pamit pulang. Usai balas chat WhatsApp, bos nya.