
PAMEKASAN – Limadetik.com, Sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan terhadap kurir J&T Express dengan terdakwa Zainal Arifin kembali digelar di Pengadilan Negeri Pamekasan, Selasa (21/10/2025).
Sidang yang berlangsung dari pukul 11.00 hingga 17.00 WIB itu menghadirkan lima saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu saksi korban Irwan Riskiyanto (kurir J&T), dua saksi dari pihak J&T, RB Moh. Irfan Arofi (Penanggung Jawab J&T Pamekasan) dan Wahid Hamdani (Supervisor J&T), Khairul Anam (saksi mata di lokasi), serta satu saksi ahli dokter dari rumah sakit tempat Irwan diperiksa.
Meski seluruh saksi dihadirkan oleh pihak penuntut, keterangan mereka justru tidak sinkron satu sama lain dan bahkan membuka fakta baru bahwa kurir J&T-lah yang tidak menjalankan SOP perusahaan sebagaimana mestinya, sehingga memicu kesalahpahaman yang berujung pada peristiwa tarik-menarik uang COD antara Zainal dan Irwan.
Kesaksian Korban Berubah-Ubah, Tak Konsisten Soal Luka
Saksi korban Irwan Riskiyanto di hadapan majelis hakim awalnya mengaku bahwa dirinya sakit selama 20 hari akibat kejadian tersebut. Namun dalam keterangan berikutnya, ia mengubah pernyataannya menjadi 14 hari.
Yongki selaku pengacara terdakwa menjelaskan lebih jauh, dalam persidangan saksi lain yang mengenal Irwan justru menyebut Irwan hanya sakit 7 hari. Sementara, RB Moh. Irfan Arofi sebagai atasannya menyebut Irwan hanya tidak masuk kerja selama 2 hari.
Perbedaan keterangan tersebut membuat inkonsitensi terhadap durasi sakit korban dan cenderung dilebih-lebihkan.
Ungkap Fakta baru : Kurir Tak Jalankan SOP COD, Atasan J&T Ungkap Pelanggaran Pencatatan COD: Kurir Harus Disanksi.
Fakta baru muncul dari kesaksian RB Moh. Irfan Arofi, selaku Penanggung Jawab J&T Cabang Pamekasan. Irfan menegaskan bahwa dalam sistem administrasi COD, nama penerima paket harus sesuai dengan nama yang tercatat di aplikasi.
“Kalau yang memesan adalah Zainal Arifin, tapi yang menerima adalah Siti Holisah, maka dalam catatan penerimaan harus tetap ditulis Siti Holisah sebagai penerima,” jelas Irfan di hadapan majelis hakim.
Irfan menambahkan, jika kurir mencatat penerima yang berbeda dari fakta sebenarnya — misalnya tetap menulis “Zainal Arifin” padahal yang menerima adalah istrinya — maka hal tersebut merupakan pelanggaran SOP dan kurir wajib diberikan sanksi administrasi, seperti teguran atau pembinaan.
“Kalau begitu, jelas ada pelanggaran pencatatan. Kurir wajib diberi teguran,” tegas Irfan.
Saksi RB Moh. Irfan Arofi, Penanggung Jawab J&T Pamekasan, mengungkapkan bahwa sesuai SOP perusahaan, kurir wajib menjelaskan prosedur COD kepada pelanggan sebelum menyerahkan barang, termasuk tata cara pengembalian jika barang tidak sesuai.
Namun, Irwan mengakui didalam persidangan tidak menjelaskan terlebih dahulu kepada terdakwa sebelum memberikan barang tersebut, irwan langsung memberikan barang tersebut, dan ketika istri terdakwa meminta penjelasan cara pengembalian barang, irwan tidak memberikan penjelasan dan hanya mengatakan, “Saya kurir. Saya hanya mengantar barang.
Menurut saksi Irfan jika kurir tidak mau menjelaskan ketika di minta penjelasan oleh customer, tentu kurir tersebut tak menjalankan SOP dari perusahaan.
Irfan mengantakan, kurir seharusnya menjelaskan dulu bagaimana prosedur COD dan pengembalian barang agar customer tidak salah paham.
“Jika terjadi masalah, transaksi itu dianggap gagal,” katanya.
Irfan juga menambahkan, dalam kasus seperti ini, kerugian dianggap sebagai kegagalan transaksi, sehingga hal tersebut bukan termasuk tindak pidana pencurian, terlebih menurut saksi Irfan, korban Irwan melaporkan tindak pidana penganiyaan bukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Supervisor J&T Justru Kebingungan Soal Prosedur
Ada yang menarik kata Yongky, yakni keterangan Wahid Hamdani, Supervisor J&T Pamekasan, justru berbeda dengan atasannya sendiri. Menurut Wahid, jika penerima masih serumah dengan pemesan, seperti istri atau anak, maka tidak masalah bila nama penerima di sistem tetap memakai nama pemesan (Zainal Arifin).
Namun, ketika ditanya oleh kuasa hukum terdakwa Yolies Yongky Nata terkait aturan tertulis maupun prosedur internal, Wahid tidak dapat menjelaskan secara pasti. Ia mengaku hanya mendapat penjelasan lisan saat training, tanpa tahu apakah aturan tersebut tertulis dalam panduan resmi perusahaan.
“Kami hanya diberi penjelasan saat pelatihan,” ujar Wahid yang tampak bingung menjawab pertanyaan kuasa hukum.
Perbedaan keterangan antara Irfan dan Wahid ini membuat persidangan semakin menarik, karena menunjukkan lemahnya pemahaman internal J&T sendiri tentang SOP penerimaan COD, terutama dalam hal pencatatan nama penerima paket.
Kesaksian Ahli Dokter
Dalam persidangan, Yongky menyebutkan keterangan Dokter ahli yang didatangkan JPU menyatakan tidak ada luka serius. Korban dalam kondisi sadar dan stabil.
Saksi ahli dokter dari rumah sakit tempat Irwan diperiksa justru menyampaikan fakta berbeda. Menurut dokter, tidak ditemukan luka lebam serius, dan saat diperiksa Irwan dalam keadaan sadar, bisa berbicara, dan tidak menunjukkan tanda-tanda trauma atau tekanan psikis.
Pengacara terdakwa menyatakan, keterangan medis ini bertolak belakang dengan klaim Irwan yang menyebut dirinya sakit berat selama berminggu-minggu.
Supervisor J&T: Kurir Langsung Serahkan Barang Tanpa Edukasi
Hal senada diungkapkan saksi Wahid Hamdani, selaku Supervisor J&T Pamekasan. Kata dia, seharusnya kurir menjelaskan dulu sebelum barang diserahkan. Karena jika tidak diberi penjelasan, pembeli merasa bingung dan timbul kesalahpahaman.
Menurut Wahid, karena tidak dijelaskannya terlebih dahulu kepada customer dan adanya kelalaian dari kurir yang tidak memberikan penjelasan secara maksimal, hal tersebut menjadi pemicu utama peristiwa kegaduhan masalah Jual beli online di lapangan, sedangkan dalam pengakuannya di persidangan, kurir Irwan tidak memberikan edukasi maupun penjelasan apapun sebelum menyerahkan barang COD kepada istri terdakwa, Siti Holisah.
Keterangan Saksi Mata: Kurir Tolak Unboxing, Picu Emosi Pembeli
Saksi Khairul Anam, yang merupakan saksi mata di lokasi kejadian, membenarkan bahwa istri terdakwa sempat meminta izin membuka paket (unboxing) untuk memastikan barang sesuai pesanan, namun kurir menolak permintaan itu.
Padahal, dalam transaksi COD, pembeli berhak memeriksa barang sebelum transaksi dianggap sah. Penolakan itu memicu emosi pembeli setelah diketahui bahwa barang yang diterima palsu atau tidak sesuai, dam Kurir Irwanpun memeriksa dan mengakui serta menyatakan bahwa barang tersebut palsu, tetapi karena Irwan tidak mau memberikan penjelasan yang detail terhadap mekanisme pengembalian barang, maka terjadi tarik-menarik tas antara Zainal dan Irwan.
Anam juga menjelaskan bahwa tidak ada pemukulan dengan benda keras, hanya tarikan dan rangkulan ke leher secara spontan untuk mengambil uang yang telah dibayarkan.
Fakta Uang COD: Hanya Dikembalikan, Bukan Dicuri
Dalam persidangan juga terungkap bahwa uang yang diserahkan oleh istri terdakwa sebesar Rp1.590.000, kemudian di ambil kembali melalui saksi Anam sebesar Rp 1.500.000 dan dikembalikan oleh istri terdakwa sebesar Rp1.490.000, dan masih tersisa Rp100.000 di tangan kurir Irwan. Fakta ini membuktikan bahwa tidak semua uang diambil paksa, melainkan hanya dikembalikan karena barang yang diterima palsu dan transaksi dianggap gagal.
Kuasa Hukum: Ini Bukan Pencurian, tapi Gagal Transaksi COD
Kuasa hukum terdakwa, Yongky menegaskan bahwa peristiwa tersebut murni kesalahpahaman akibat kelalaian kurir yang tidak menjalankan SOP COD, bukan tindak pencurian.
“Klien kami tidak punya niat mencuri. Ia hanya meminta uangnya kembali karena barang yang diterima palsu, dan itu diakui sendiri oleh kurir. Semua terjadi spontan karena kurir tidak menjelaskan prosedur,” ujar Yongky usai sidang.











