Scroll Untuk Membaca Artikel
Cerpen

CERPEN: Impianku Sejalan Langkahku

×

CERPEN: Impianku Sejalan Langkahku

Sebarkan artikel ini
penulis ilustrasi
foto ini hanya ilustrasi untuk melengkapi isi tulisan yang ada (sumber: Google.com)

Sumenep, 11 Maret 2020

Limadetik.comOleh: Herdayanti

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Mahasiswi STKIP PGRI Sumenep dan Anggota HIMPASS

Di dalam hidup ini tidak ada yang lebih menyenangkan dari namanya sebuah mimpi dan angan yang indah, dan tidak ada pula yang lebih menyenangkan selain terbangun dari mimpi dan tersadar jika itu hanyalah mimpi indah, namun apakah kenyataannya tidak bebeda jauh. Di dalam pengalaman hidup bermimpi bukanlah hal yang rumit lagi namun apakah mimpi itu bisa kita wujudkan melalui kerja keras dan niat yang sesuai serta sejalan dengan apa yang menjadi perioritas utama kita.

“Sinta …’’teriak ibuku. ‘’iyya?’’sontak aku kaget dan terbangun dari lelapa tidurku. ‘’Ada apa ibu?’’ tanyaku kemudian. ‘’Ayahmu memanggilmu. Kamu mau sekolah atau tidak‘’ jelas ibuku dari dapur. ‘’Ah menyebalkan sekali, padahal di lalapa tidurku aku bermimpi indah sekali. Aku bermimpi bahwa aku mampu mengubah taraf hidup kita di dalam mimpiku. Aku bermimpi bahwa gubuk kecil kita ini akan berubah menjadi istana yang dihuni oleh para anak yatim‘’ jelasku. ‘’bahkan saat ini aku berfikir, setelah ini apa yang akan aku temui bersama dengan impian dan anganku, uhhh… asyiknya.’’ aku mulai tersenyum-senyum sendiri.

DUAAR…. Sebuah suara terdengar di kedua telingaku. Ayu, adikku yang memukul meja di depanku, adikku sudah tidak mampu menahan ocehanku yang tak akan mungkin terjadi setelah 20 menit. ‘’cuman 20 menit lamanya kok’.

Namaku Sinta, umurku 18 tahun. Aku salah satu mahasiswi dari Kampus Perguruan Tinggi semester 2, dan insya Allah 3 tahun ke depan akan lulus dari bangku kuliah, sejak dulu aku sangat menggemari penulisan cerpen, dan sejak kecil aku berimpian besar menjadi penulis dan setiap karyaku bisa bermanfaat bagi pembaca maupun untuk diriku sendiri. Entah dengan cara apa aku harus mencapainya, baik melalui pelatihan yang khusus atau mencari jalan yang lain dengan mencoba menuangkan atau mempublikasikannya melaui via WA atau semacamnya.

Namun, betapa menjengkelkan bagiku semua keindahan mimpi itu tak berlangsung lama setelah ku terbangun dari tempat tidurku, padahal betapa indahnya jika gubuk yang tua ini menjadi istana yang megah dan betapa asyiknya juga jika karangan kita banyak bermanfaat bagi semua orang. Namun ketika ku terbangun ternyata aku hanyalah mahasiswi dan anak kalangan biasa yang harus mendengarkan, mengerjakan, dan mendengarkan materi yang akan dipaparkan oleh dosen yang bersangkutan. Sunnguh
membosankan.

‘’Anak remaja kita sudah kehilangan sifat berfikir kekreatifan jati dirinya. Generasi remajanya atau generasi mudanya seperti kalian ini, lebih bangga akan menjiblak karangan orang lain dibandingkan dengan karangan sendiri. Kita sebagai generas harus mampu menciptakan karya-karya yang ada di dalam diri kita haruslah mencintai dan mengaplikasikan karangan kita sendiri. Tentu saja ketika kita ingin sukses. Jika kalian mengetahui fikiran kritis yang ada di dalam diri kita ini menjadi hambatan untuk kesuksesan kita nantinya.’’ jelas ibuku.

‘’Sepertinya ibuku menyindir adik dan kakak ku Ayu dan Salsa. Atau lebih tepatnya sedikit menyindirku juga karena terkadang aku pun melakukannya ‘’ujarku mnganggapnya seperti rumput bergoyang. Aku lalu memotong ucapan ibuku. ’’Aku yakin ibu menyindirku sedikit dengan adik dan kakakku tadi’’.

‘’Ya Sinta!’’ kata ibu. Ayah dan adikku (Ayu) menatap ke arahku. ‘’mau bagaimana lagi ibu sekarang kan udah komplit dan instan terus untuk apa kita ambil yang ribetnya
ya walaupun aku sih jarang melakukannya lagi pula otak itukan juga butuh istirahatnya sedikit bu. Bukan salah kami sebagai generasi yang muda sepenuhnya lah bu. Itu adalah kesalahan dari cara fikir anak remaja yang lebih menyukai instant kebanding dengan karangan atau produknya sendir.

Alur media saat ini menjadi musuh besar bagi otak yang lebih menyukai jalan singkat ketimbang dengan jalan rumit., membuat pusing aja. Hmmmmm…… kekayaan akan karangan? Insya Allah mampu diaplikasikan, meski hanya mendapatkan komentar pedas dan cacian dari berbagai pihak,’’aku sepertinya udah panjang lebar berkomentar ditambah mata ingin terus terpejam. Antara raga dan jiwa tidak menyatu dan agak sedikit ngantuk. Ya udahlah ini salah semua dan aku akan mengubahnya.

Matahari begitu sangat menggigit, aku dan salah satu temanku berdiri di sebuah jalan yang tak jauh dari kampus ku menunggu kedatangan temanku yang lainnya. Satu dari sekian mahasiswa yang muncul takmenandakan bahwa mereka akan segera sampai. Tak berselang waktu lama sebuah sepeda motor dengan warna putih berhenti tepat di hadapan kami.

‘’Aduhhh…. Kalian lama sekali tau!’’ kataku jengkel menunggu kedatangan mereka yang hampir setengah jam lamanya. Alhamdulillah lega juga dari kejaran polisi ‘’kenapa sih hari ini dosen gak masuk?’’ gerutuku. ‘’bukannya tadi sudah dibahas bahwa jam pertama ini kosong soalnya dosen yang akan masuk pagi ini lagi sakit, tapi kita tetap satu jalur pulangnya‘’ salah satu temannya menekankan.

‘’Iyya… aku tau tapi kan jika kosong seperti ini menyiksaku, kita akan pulang bersama hentakan kaki sang dinding. ‘’tapi tak mengapa mungkin dengan ini aku bisa membuat referensi untuk karyaku selanjutnya, ohh bahkan teman-temanku melihat kearahku dengan tatapan…. Aneh mungkin saja.

Setelah itu dari beberapa kejauhan kilometer terlalui dan satu per satupun turun, tinggallah aku dan salah satu bapak yang kelihatannya bekerja di salah satu tempat pencetusan cerpen dari karangan anak bangsa, akupun berpindah tempat duduk kesampingnya,. ‘’Om aku boleh bertanya tentang pekerjaan
Om, soalnya jika saya lihat Om sepertinya pendukung cerpen?’’ ucapku pada bapak yang duduk di sampingku.

‘’Iyya, iyya dek. Ada apa? Adakah yang bapak bisa bantu?’’ tanya bapak itu di sampingku.
‘’saya punya salah satu judul cerpen dan cerpen hasil karangan saya ini belum saya publikasikan sama sekali, apakah bapak bisa membantuku mewujudkan impianku?’’ tanyaku kembali kepada bapak tadi.

‘’Apa yang menyebabkan mu untuk tidak mempublikasikannya nak, bukankah pada dasarnya kita butuh komentar atas karya kita biar nantinya kita memperbaiki yang sehaarusnya diperbaiki dan menyempurnakan apa yang harus disempurnakan‘’ timpal bapak tadi kepadaku.

‘’Itulah penyakit yang saya miliki dari awal saya punya karangan sendiri pak, saya juga bingung padahal saya ingin melangkah agar apa yang aku harapkan sesuai dengan keinginanku..!’’ujarku

‘’Assalamualaikum….’’. ‘’Waalaikumsalam… Sinta sudah pulang? tumben cepet pulang?’’ tanya ibuku dari arah kamar.

‘’Iyya ibu…’’ jawabku dengan riang sambil berjalan ke arah mama dan menyalimi tangannya. ‘’Ada apa kok mukanya seneng banget? Ada ap?’’ mama penasaran.
‘’Tidak ada apa-apa,, kok ma.’’Jawabku dengan agak sedikit senyum lebar.

Aku pun masuk ke kamarku dan mengunci pintu dari dalam, melihat buku yang menumpuk di atas meja membangkitkan semangatku untuk menuangkan segala yang ada dipikiranku kedalam kertas putih dan sebuah pena hitam dan akupun menuangkannya dengan teliti.
Aku bisa merasakan saat aku pergi ke kampus dengan wajah gembira. Bahkan dengan mimpi yang tertunda di pagi hari, dengan wajah gembiraku menandakan bahwa aku sedang riang gembira, ketika aku menaiki bus mini, aku tak perlu berdesak-desakan lagi sebab di dalam bus mini itu mungkin hanya sekitar 4-5 orang saja.

Aku melihat keluar jendela bus mini tersebut dan tanpa sengaja aku menemukan referensi lagi untuk kujadikan cerpenku yang selanjutnya. Dengan lambayan angin yang begitu mereferensi ku mampu membuat gairahku berjalan dengan mulus tanpa memikirkan hasil karanganku, setidaknya usahaku sudah ada.

Setelah aku turun dari bus mini tersebut tanpa sengaja aku kefikiran untuk konsultasi kepada bapak yang telah mau membantuku dan untungnya aku sempat meminta Nomer WA bapak tersebut dan Alhamdulillah langsung direspon dengan cepat.
Uppsss….. aku tiba-tiba kaget karena beliau langsung meresponku dengan cepat ditambah lagi beliau menyuruhku mengirimkan karanganku kepadanya untuk direferensi dan dikoreksi jika memang memenuhi struktur aturan Cerpen maka akan diterbitkan.

‘’Gawat…! Aku belum yakin dengan ini. Huh…’’. Aku mencoba meminta langsung file ketika sudah dikoreksi. Dengan gugup perasaan takut bahwa karangnku tidak layak untuk dipublikasikan memang tidak mudah untuk menjadi penulis namun jika ada niat dan potensi yang ada didalam diri marilah kita asah siapa tau apa yang yang menjadi impian kita tercapai.

‘’Sinta, istirahat dulu ‘’ ibuku sepertinya tidak mengerti dengan apa yang kulakukan mulai dari tadi tidak berhenti menulis. ‘’Sini berikan bukunya kepada ibu. ‘’mama… aku masih pengen menulis, mumpung gagasannya aku masih ingat takutnya nanti hilang dari
fikiranku biar cepat selesai juga. ’’Aku menyembunyikan bukuku di bawah bantal.
‘’Ya sudah kamu lebih baik baca buku tentang referensi cepen kamu di ruang tengah. Biar mama yang membersihkan tempat tidurmu.’’.

‘’Gak usah ma, biar aku aku aja yang bersihkan lagi pula aku juga udah besar ngapain masih bergantung sama orang tua kan lucu.’’ ujarnya sambil mengntip-ngintip keluar.
‘’Ya ampun Sinta, setidaknya kamu keluar kamar bentar dari tadi kamu di kamar terus, Ooh iyya…. Ibu denger-denger kamu mau keluar? sama siapa sinta? tanya ibuku.
‘’Ada keperluan sedikit ma… bentar doang kok paling gak nyampe 1 jam kok,,‘’ ujarnya di dalam ruang kamar.

‘’Ya sudah.. lebih dulu makan biar kamu bertenaga…!’’pinta mama kepadaku.
‘’Oky.. siap ma.!’’Jawabku. Tidak lama kemudian Sinta pun menemui bapak yang telah mereferensi dan mengomentari hasil karangannya dan Alhamdulillah banyak diminati orang, setiaap langkah dan lelah tangannya serta habisnya lembaran kertas putih menjadi saksi perjalanannya dalam menjadi penulis, bahwa menjadi penulis harus memiliki banyak karangan yang harus dimilikinya, karena seorang penulis sangat tidak mudah merancang konsep dari cerpen itu sendiri.

Tidak lama kemudian terdengar kabar dan kabar ini langsung didengar oleh ibunya bahwa Sinta adalah penulis cerpen yang karangannya banyak diminati bagi penggemar cerpen, dan Alhamdulillah impiannya untuk mempunyai isatana akan terwujud.
‘’Ayu.. Salsa, kalian ada dimana nak.. apakah Sinta sudah pulang..”’ tanya ibuku kepada dua saudaraku. ‘’Ayu.. dan Salsa.. tidak ibu “’ jawabnya di dalam kamar.
‘’Kemana sinta perginya.’’ Ibuku khawatir. Namun tidak lama kemudian akupun datang dan langsung memeluk ibuku.. ‘’ternyata inikah hasil dari langkahmu dan tulisan tanganmu yang tidak ibu ketahui..’’ begitulah ibuku bertanya padaku.

‘’Inilah bu hasil kerja kerasku yang diselingi dengan langkahku yang dimana mampu sejalan dengan apa yang menjadi impianku selama ini. Alhamdulillah sekarang mimpi itu akan kuwujudkan langsung, mungkin dengan ini mampu membuatku semakin berkarya kedepannya. Dan Insya Allah mimpiku yang akan datang mampu sejalan bersama dengan setiap langkah yang kuambil. Insya Allah aku akan menjaga amanah ini dengan baik diselingi dengan kesibukanku di kampus namun hobiku seorang penulis tidak akan terganggu oleh tugas-tugas perkuliahanku. (*)

× How can I help you?