BONTANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bontang menyoroti ketidakjelasan dasar hukum dan transparansi sistem kerja Tim Ahli Percepatan Pembangunan Daerah (TAP2D) dalam rapat kerja bersama Pemerintah Kota Bontang, Selasa (5/11/2024).
Para anggota DPRD mempertanyakan landasan pembentukan TAP2D, terutama terkait dengan alur tugas dan peran tim ini dalam perencanaan pembangunan daerah.
Dalam kesempatan itu, anggota DPRD Heri Kiswanto menyoroti pentingnya transparansi TAP2D dan meminta penjelasan terkait dasar hukum yang melandasi pembentukan tim ini.
Menurutnya, diperlukan kejelasan posisi TAP2D apakah memang diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) atau dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bontang.
“Apakah TAP2D ini memiliki dasar hukum yang kuat, dan apakah keberadaannya sudah sesuai dengan RPJMD? Kami ingin memastikan bahwa tim ini memiliki legitimasi dalam struktur Pemkot,” ungkap Heri.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bontang, Aji Erlynawati, menjelaskan bahwa TAP2D adalah tim eksternal yang dibentuk untuk memberikan masukan terkait berbagai isu pembangunan strategis, seperti upaya penurunan angka stunting. Namun, Aji mengakui tidak membawa salinan Surat Keputusan (SK) pengangkatan TAP2D dan berjanji akan memberikan informasi lengkap pada kesempatan berikutnya.
“TAP2D ini memang berada di luar struktur ASN, dan kami akan menyampaikan dasar hukumnya, termasuk SK, segera,” ujarnya.
Jawaban Aji menimbulkan reaksi kritis dari anggota DPRD Winardi. Ia mempertanyakan bagaimana Sekda bisa tidak memiliki salinan SK yang menjadi dasar legal TAP2D. Winardi menyebutkan, sebagai pejabat yang seharusnya mengetahui detil administrasi, Sekda perlu memiliki akses langsung ke dokumen ini untuk memastikan akuntabilitas.
“Sekda seharusnya memegang salinan SK sebagai bukti legalitas, mengingat TAP2D terlibat dalam proyek pembangunan yang bersumber dari APBD. Transparansi menjadi kunci di sini,” tegas Winardi.
Sorotan DPRD ini juga menyentuh alokasi anggaran serta fokus kerja TAP2D yang dikhawatirkan berpotensi tumpang tindih dengan tugas aparatur Pemkot. Para anggota DPRD meminta agar TAP2D memiliki peran dan batasan kerja yang jelas untuk menghindari kesan pemborosan anggaran.
Dewan juga menekankan pentingnya sinkronisasi antara TAP2D dan tim ASN agar tidak terjadi ketidakjelasan peran dalam pelaksanaan program-program pembangunan.
Dewan mendesak agar Pemkot Bontang segera memaparkan sistem TAP2D secara menyeluruh, termasuk payung hukum dan hasil kinerja tim ini. Transparansi dalam pembentukan TAP2D, menurut dewan, akan memperkuat kepercayaan publik dan memastikan setiap anggaran yang digunakan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Bontang.
Dengan adanya desakan dari DPRD, diharapkan Pemkot Bontang segera mengambil langkah untuk meningkatkan keterbukaan terkait TAP2D, agar perencanaan pembangunan daerah dapat berjalan sesuai harapan dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.