Daerah

Potret dan Realitas Peran Perempuan di Sektor Pertanian Kolaka Terungkap dalam Diseminasi Riset Tim Peneliti Unair

×

Potret dan Realitas Peran Perempuan di Sektor Pertanian Kolaka Terungkap dalam Diseminasi Riset Tim Peneliti Unair

Sebarkan artikel ini
Potret dan Realitas Peran Perempuan di Sektor Pertanian Kolaka Terungkap dalam Diseminasi Riset Tim Peneliti Unair
Tim peneliti Unair Surabaya

Potret dan Realitas Peran Perempuan di Sektor Pertanian Kolaka Terungkap dalam Diseminasi Riset Tim Peneliti Unair

LIMADETIK.COM, KOLAKA – Sektor pertanian memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia, dengan kontribusi sebesar 11,8% terhadap PDB pada Triwulan I 2023 serta menyerap sekitar 26,07% tenaga kerja. Meskipun sektor ini menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan, produktivitasnya masih tergolong rendah, sehingga masyarakat pedesaan rentan terhadap kemiskinan, Sabtu (12/10/2024).

Salah satu langkah penting untuk mendorong produktivitas dan kesejahteraan di sektor pertanian adalah dengan meningkatkan pemberdayaan perempuan yang selama ini berperan signifikan dalam berbagai aspek pertanian, mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil panen.

Meski perannya penting bagi sektor pertanian, kontribusi perempuan sering kali tidak diakui secara penuh. Mereka kerap dianggap hanya sebagai “pendamping” suami, sehingga menghadapi banyak hambatan, seperti pada akses terhadap sumber daya dan teknologi, maupun dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini memperlihatkan perlunya kebijakan dan program pemberdayaan yang lebih inklusif untuk mendorong peran perempuan agar dapat berkontribusi optimal.

Untuk mengupas lebih dalam mengenai kondisi dan peran perempuan di sektor pertanian, Tim Peneliti dari Badan Kerjasama dan Manajemen Pengembangan (BKMP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melakukan riset bertajuk “Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian” dengan dukungan dari INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) dan ‘Aisyiyah.

Riset ini melibatkan empat lokus penelitian, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Garut, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Kolaka, untuk menggali realitas, determinan, dan keberdayaan perempuan di sektor pertanian.

Temuan dari penelitian ini dipaparkan dalam serangkaian kegiatan diseminasi di masing-masing wilayah penelitian. Kabupaten Kolaka sendiri menjadi daerah keempat pelaksanaan diseminasi hasil riset ini, yakni pada tanggal 1 Oktober 2024 lalu.

Kontribusi Perempuan dalam Sektor Pertanian Kabupaten Kolaka

Shochrul Rohmatul Ajija, S.E., M.Ec., salah satu tim peneliti, menyatakan bahwa sebagian besar petani perempuan di Kabupaten Kolaka berstatus sebagai penggarap lahan sendiri, dengan rata-rata modal usaha pertanian di kisaran Rp11.000/m².

“Mayoritas responden petani perempuan Kolaka, yakni sebanyak 46 persen, menghabiskan 2-5 jam untuk bertani. Tiga puluh lima persen di antaranya memiliki jumlah jam kerja ke sawah hingga 5-8 jam. Sayangnya, hampir keseluruhan responden petani perempuan masih mencantumkan ‘mengurus rumah tangga’ sebagai jenis pekerjaan yang tercantum di KTP. Hanya 6,25 persen responden yang telah mencantumkan ‘petani/pekebun’ dalam KTP nya,” ujar Shochrul.

Dari sisi pendidikan, lebih dari 70 persen perempuan petani di Kolaka memiliki tingkat pendidikan yang setara atau lebih tinggi dari suami. Fakta lain yang terungkap dari hasil survei, jarak tempuh dari rumah ke sekolah rata-rata hampir 8 km, lebih tinggi dari rata-rata nasional di angka 6,20 km.

Sementara itu, pada aspek keuangan usaha tani, sebagian petani perempuan Kolaka menyisihkan hasil panennya untuk ditabung. Meskipun demikian, hampir semua responden petani perempuan di Kolaka pernah mengalami kerugian.

Kondisi itu diperparah dengan sulitnya akses pupuk/pestisida dan bibit tanaman. Lebih lanjut, sebagian petani perempuan hanya memiliki opsi menjual hasil panennya langsung ke tengkulak, dan masih banyak responden yang belum memanfaatkan smartphonenya sebagai penunjang usaha tani.

Potret Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian Kabupaten Kolaka

Penelitian ini menggunakan Women’s Empowerment in Agriculture Index (WEAI) untuk mengukur pemberdayaan dan inklusi perempuan dalam sektor pertanian. Ketua tim peneliti, Martha Ranggi Primanthi, S.E., MIDEC., Ph.D., mengungkapkan.

“Sebanyak 79% petani perempuan di Kolaka masih belum berdaya, dengan rata-rata skor ketidakberdayaan mencapai 36%. Petani perempuan Kolaka kurang berdaya dalam pengambilan keputusan produktif, otonomi pada kegiatan produksi, akses dan keputusan kredit, dan bicara di depan umum,” terangnya.

Namun, hal menarik dari hasil penelitian di Kolaka adalah, proporsi perempuan berdaya dari sisi beban kerja lebih tinggi dibandingkan keseluruhan sampel. Selain itu, proporsi responden yang berdaya dalam menentukan waktu luangnya juga lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional. Aspek yang perlu menjadi perhatian stakeholder adalah aspek keikutsertaan petani perempuan Kolaka dalam kelompok masyarakat.

Makna dan Determinan dari Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian Kabupaten Kolaka.

Pemberdayaan perempuan dianggap penting berkaitan dengan akses petani perempuan terhadap pelayanan kesehatan dan bantuan pemerintah. Di Kolaka, semakin berdaya seorang perempuan petani, semakin besar kecenderungan mereka memiliki BPJS.

Namun, fenomena menarik lainnya terungkap: semakin mandiri perempuan petani, justru semakin rendah akses mereka terhadap bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Hal ini mencerminkan bahwa perempuan petani yang semakin berdaya mengurangi ketergantungannya pada program-program pemerintah.

Penelitian ini, lanjut Martha, menemukan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap pemberdayaan perempuan di sektor pertanian. Kepemilikan rumah, suami yang bekerja, pendidikan tinggi, jumlah anak, dan pendidikan suami menjadi pendorong utama dalam meningkatkan pemberdayaan.

Namun, di sisi lain, status petani perempuan yang masih buruh dan jumlah tanggungan rumah tangga menjadi faktor penghambat pemberdayaan perempuan petani. Menariknya, meskipun pelatihan dan keanggotaan di PKK serta kelompok tani tidak menunjukkan pengaruh signifikan, keduanya masih memiliki peluang untuk memperkuat pemberdayaan perempuan di Kolaka.

Tanggapan Stakeholder dan Harapan Peneliti

Diseminasi ini digelar secara hybrid, dengan dihadiri oleh dinas terkait, perwakilan petani perempuan, serta PDA ‘Aisyiyah. Perwakilan dinas terkait memberikan tanggapan mengenai hasil riset ini.

“Pelatihan kepada petani harus ditingkatkan, terutama pelatihan mengenai literasi keuangan. Beberapa pelatihan keuangan sudah pernah dilakukan, tapi belum merata,” ujarnya.

Perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) memberikan tambahan rekomendasi. “Hal penting mengenai pemberdayaan perempuan ini adalah arah dan fokus pemberdayaan perempuan (saat produksi atau pasca panen), sehingga upaya pemberdayaan perempuan petani menjadi efektif. Penting juga adanya manajemen pertanian bagi perempuan petani,” tambahnya.

Dalam diseminasi ini, para petani perempuan memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan dinas terkait. Para petani perempuan menyampaikan aspirasi mereka, terutama kebutuhan-kebutuhan penunjang usaha pertaniannya.

Acara diseminasi di Kabupaten Kolaka menjadi penutup rangkaian paparan hasil penelitian ke daerah penelitian. Selanjutnya, Tim riset BKMP Universitas Airlangga akan memaparkan hasil penelitian dan tambahan rekomendasi dari daerah-daerah penelitian kepada pemerintah pusat. Tim peneliti juga menyampaikan apresiasi atas antusiasme, partisipasi, dan tambahan rekomendasi dari stakeholder yang hadir.

“Penelitian ini tidak akan selesai tanpa kerja sama dari stakeholder terkait. Harapannya, hasil penelitian yang ditunjang dengan tanggapan, saran, serta rekomendasi tambahan hari ini dapat berkontribusi terhadap pembangunan Kolaka dan Indonesia,” tutur Shochrul.