Scroll Untuk Membaca Artikel
Opini

Catatan Nestapa Guru Sukwan

×

Catatan Nestapa Guru Sukwan

Sebarkan artikel ini
IMG 20191113 WA0138

Sumenep, 13 November 2019

Opini: Yant Kaiy
LIMADETIK.com — Pasangan suami-istri muda yang sama-sama mengabdi pada negara lewat jalur pendidikan. Keduanya mengajar di salah satu SD Negeri di Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Mereka sudah dikaruniai dua orang putri cantik. Yang sulung sudah kelas IV SD, dan adiknya masih berusia kurang lebih dua tahun setengah.

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Kalau berangkat mengajar bocah kecilnya dititpkan pada neneknya. Rumah tangga muda ini kalau bangun tidur agak pagi. Sehabis sholat subuh mereka sangat kompak mengerjakan tugasnya setiap pagi. Sang istri memasak, mempersiapkan sarapan sambil menyapu halaman. Si suami mencuci baju dan memberikan rumput pada sapinya. Setelah itu mereka membangunkan kedua anaknya dan memandikannya. Kemudian mereka sarapan bersama.

Jam 06.30 WIB mereka berangkat mengendarai sepeda motor. Pulang dari mengajar mereka berdua masih disibukkan lagi dengan berbagai tugas rumah lainnya. Sang suami menyabit rumput untuk pakan sapinya. Si istri mencuci piring sambil mempersiapkan putrinya sekolah lagi ke Madrasah Diniyah.

Selepas sholat ashar lelaki tegap itu menjajakan kerupuk yang dibungkus plastik ke beberapa toko dan warung. Alasannya menjadi guru sukwan hanya cukup untuk beli bensin sepeda motornya saja. Maka dengan pontang-panting sang suami mencari penghasilan tambahan. Kalau tidak begitu dari mana mereka mendapatkan belanja dan jajan sekolah anaknya.

Saat adzan magrib suami muda ini menjadi imam sholat bersama para santri kecil yang belajar mengaji hingga selesai sholat isya. Tidak berhenti sampai di situ, karena pasangan ini harus membungkus kerupuknya untuk dijajakan besok.
Begitulah catatan harian dari pasangan guru sukwan. Seluruh waktunya habis dalam pengabdian yang tak terbatas.

Tapi Allah SWT. sangat sayang pada umat-Nya yang terus istiqomah, tidak kendor berikhtiar. Barangkali dengan proses ikhtiar ikhlas inilah hidup seseorang akan mendapatkan ketenteraman sejati. Kendati tidak bergelimang harta, tapi tetap kaya hati.

Jujur saja, saat saya menulis opini ini air mata saya menetes tak terbendung. Ada haru yang membuncah, menyesakkan dada, menyeruak tanpa tedeng aling-aling ke dinding hati. Maaf, bukan maksud saya untuk memprovokasi Anda. Semangat kerja yang tak kenal lelah mereka membuat saya prihatin. Tapi saya tidak bisa peduli.
Bagi saya prihatin hanya sebatas getaran (nuansa) hati semata. Sedangkan peduli adalah action untuk menolong dan membantu mengangkis penderitaan yang menimpa terhadap makhluk ciptaan-Nya. Tentu semampu kita.

Dan, ketika ada angin segar datang; tentang pengambilan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) tahun 2019 diumumkan lewat group WA sekolah mereka, pasangan muda ini membacanya dengan suasana hati bahagia. Lewat HP androidnya mereka membaca sekali lagi. Opss… Ternyata usia mereka sudah lebih 35 tahun. Mereka agak kecewa dengan realita itu. Tapi mereka punya harapan bahwa Allah SWT. tidak pernah tidur, Dia akan senantiasa menolong umat yang lemah lewat doa-doa yang dipanjatkan.

Entah sampai kapan pengabdian mereka sebagai guru sukwan bisa menikmati buah perjuangannya. Mereka sudah tujuh belas tahun menjadi pendidik dengan honor Rp 10.000,- per hari.

Ada beberapa teman suami-istri ini yang juga kecewa berat karena pengambilan CPNS tahun ini tidak mengakomodir guru sukwan saja, yang penting punya ijasah sarjana strata satu (S-1) sudah bisa ikut tes asal usianya tidak lebih 35 tahun.

Pertanyaannya sekarang, apakah Anda akan prihatin atau peduli dengan ini semua? Saya tidak butuh jawaban Anda lewat lisan, tapi saya butuh komentar Anda lewat hati. Sebab mulut bisa berkilah, tapi hati tidak. Selamat berkontemplasi sejenak!

× How can I help you?