Scroll Untuk Membaca Artikel
Nasional

Tanaman Bonsai: Antara Hobi, Bisnis, dan Gengsi

×

Tanaman Bonsai: Antara Hobi, Bisnis, dan Gengsi

Sebarkan artikel ini
IMG 20191212 223916

SUMENEP,  Limadetik.com — Pagi yangi indah ketika limadetik.com mengunjungi kediaman Hairus Samad di Dusun Sempong Barat Desa Pasongsongan, Sumenep. Tanaman bonsai berjejer di depan rumahnya. Ada seorang pekerja sedang menyiram dan merawat bonsai-bonsai tersebut.

Padaera tahun 80-an tanaman kerdil ini sempat hits. Orang-orang berlomba mencari pohon kerdil dengan usia tua tapi tumbuh pada batu. Biasanya mereka mengangkat tumbuhan itu beserta batunya. Memang mereka tidak sendirian bekerja, mereka berkelompok. Minimal terdiri dari 2 orang.

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Disamping pemindahan pohon bonsai itu membutuhkan biaya, juga karena perawatan bonsai itu memerlukan keterampilan khusus, maka jelas nilai jualnya mahal.

IMG 20191212 WA0120
Bonsai milik Hairus Samad (foto: Yant Kaiy)

“Tidak ada standard harga pada bonsai. Biasanya pembeli akan menawar lebih dulu. Setelah itu barulah terjadi tawar-menawar. Namun ada juga yang empunya bonsai menentukan harga lewat sosial media dengan memposting fotonya,” ujar Hairus Samad seraya mengotak-atik bonsainya dengan peralatan gunting di tangan, Kamis (12/12/2019).

Ia juga menerangkan kalau dirinya sejak masih duduk di bangku SMP sudah menekuni bonsai. Ada kesenangan tersendiri yang sulit untuk digambarkan.

“Merawat bonsai membutuhkan ketelatenan. Dan karena hobi pula akhirnya melahirkan daya kreatif. Seiring waktu pula yang mengajarkan banyak hal kepada saya tentang nilai seni pada bonsai,” ujar Hairus Samad lebih jauh.Ketika

Ketika ditanya tentang keuntungan dari menjual bonsai, dia tidak menampik kalau pernah menjual bonsai dengan harga fantastis. Tapi itu dulu. Umumnya yang membeli adalah orang-orang tertentu saja. Ada pengusaha, pejabat pemerintah, atau kolektor.

“Memang kadang ada menurut saya bonsai jenis pohon ini bagus, tapi ada pembeli tidak menyukainya. Justru ada yang menawar bonsai yang menurut saya kurang menarik dengan kisaran harga lumayan. Harga satu bonsai itu relatif, bergantung pada rasa suka di hati,” terang ayah dari tiga anak ini lebih lanjut.

Hairus Samad sebenarnya membeli juga bonsai-bonsai pada para tetangga sekitar. Ia pun tidak sembarangan membeli. Ia melihat terlebih dahulu dengan teliti. Bagaimana kalau satu pola/gaya kreatif diterapkan pada bonsai itu selanjutnya. Kalau sekiranya nilai seni kreatif mampu merubah bonsai ke arah nilai seni lebih baik, maka ia menawarnya.

“Saya pernah membeli bonsai dengan harga di atas Rp 10 juta. Setelah lebih satu bulan bonsai itu daunnya meranggas. Pertama saya anggap biasa. Tapi setelah satu minggu kemudian pohon bonsai itu tidak mengeluarkan tunas baru. Ternyata ada pekerja saya bilang kalau bonsai itu mati. Ini satu pengalaman yang buruk dialami saya. Sudah tak dapat untung, eh malah buntung,” selorohnya dengan senyum.

Ia juga mengatakan, “Kalau dulu punya bonsai menjadi popularitas. Dengan membeli bonsai mahal biasanya citra seseorang terangkat dengan sendirinya. Ada nilai gengsi terselip di dalamnya.” pungkasnya mengakhiri. (Yant Kaiy/yd)

× How can I help you?